5 Perkutut Katuranggan Singkir Sengkolo. Perkutut katuranggan Singkir Sengkolo (Singkir Sengkala) memiliki ciri-ciri pada bagian sayapnya yang terangkat ke atas. Perkutut ini dipercaya memiliki tuah atau khasiat untuk perlindungan dan tolak bala. “Singkir” artinya menyingkirkan dan “Sengkolo” artinya “musibah atau malapetaka”.
Temu ireng adalah tanaman herbal yang punya nama latin curcuma aeruginosis. Temu ireng dan temulawak sebetulnya masih satu spesies, dan sama-sama sering diberikan pada anak kecil yang susah makan. Tidak heran tanaman ini sering disebut sebagai jamu penambah nafsu makan alias “jamuk cekok”. Namun, apa lagi khasiat sebenarnya dari temu ireng? Temu ireng sering digunakan sebagai jamu di Indonesia Temu ireng merupakan salah satu jenis tanaman Zingiberaceae yang telah dikenal masyarakat sebagai bahan pengobatan tradisional. Biasanya manfaat temu ireng digunakan sebagai bahan ramuan obat alami. Contohnya untuk mengobati batuk, asma, kudis, cacing, malaria, serta sebagai obat penambah nafsu makan. Namun sayang, belum ada penelitian valid yang bisa membuktikan bahwa manfaat temu ireng benar-benar bisa mengobati berbagai macam penyakit seperti yang telah disebutkan di atas. Manfaat temu ireng untuk mengatasi kebotakan Penelitian di Naresuan University, Thailand, menemukan potensi manfaat temu ireng untuk mengatasi kebotakan pada pria. Penelitian ini menguji 87 pria yang mengalami kebotakan atau androgenetic alopecia AGA. Para pria tersebut secara acak secara acak menerima perbandingan obat antara monixidil obat penumbuh rambut serta ekstrak temu ireng dan dibandingkan dengan plasebo. Penelitian ini menguji pemakaian obat-obat tersebut selama 2 kali selama 6 bulan. Obat di oleskan ke kulit kepala seperti keramas. Kemanjuran obat dinilai berdasarkan seberapa banyak pertumbuhan rambut di area kebotakan yang menjadi target dan penilaian subyektif pasien tentang pertumbuhan rambutnya.
KumpulanKhutbah Jumat Nu Lengkap Pendek Terbaru. Seorang khatib atau orang yang berkhutbah ketiga diberi tugas untuk mengisi khutbah pada salah satu jum’at, pertama kali yang akan di lakukan yaitu mencari referensi untuk bahan pembahasannya baik itu melalui kitab-kitab keagamaan, al-qur’an, hadits serta referensi lain. Yogyakarta - Bagi sebagian masyarakat Jawa, menanam tanaman penangkal ilmu hitam, seperti santet, guna-guna, teluh, serta gangguan mistis lainnya masih dilakukan hingga sekarang. Tanaman tersebut bisa disebut sebagai tanaman tolak bala. Menurut Primbon Jawa Kuno, tanaman yang ditanam di pekarangan atau halaman rumah bisa berfungsi sebagai penangkal energi negatif. Mengutip dari channel Youtube ESA Production, berikut 11 tanaman penangkal energi negatif tersebut 1. Tebu ireng Masyarakat Jawa percaya pohon tebu ireng dapat menangkal energi negatif sekaligus penangkal santet, sihir, ilmu hitam, guna-guna, dan gangguan makhluk halus lainnya. Sebagian orang menyebut pohon ini dengan nama tebu wulung. 3 Resep Cloud Bread, Bisa untuk Diet Aksara Palawa India Jadi Sumber Segala Aksara, Salah Satunya Hanacaraka 6 Fakta Menarik Menjelang Magrib, Film yang Masuk Kompetisi Molins Film Festival di Barcelona Tebu ireng atau tebu wulung bukanlah tanaman tebu yang sering ditemukan di ladang. Tebu ireng umumnya berwarna gelap, biru gelap, serta merah tua. Selain itu, daunnya juga berwarna gelap. Posisi terbaik menanam pohon tebu ireng adalah di halaman depan rumah. Biasanya, tebu ireng ditanam layaknya pagar rumah. 2. Tanaman sente wulung Selain indah, tanaman sente wulung ternyata juga memiliki energi positif yang luar biasa. Tanaman ini dipercaya dapat menangkal santet, sihir, guna-guna, ilmu hitam, serta gangguan energi negatif lainnya. Saksikan video pilihan berikut iniEmpat tahun lalu Siswanto sempat putus asa karena bisnis bengkelnya dan pekerjaan sampingannya mengais sampah dan bertani kedelai kurang menghasilkan Pohon bidara Saat malam hari, pohon bidara konon mengeluarkan energi positif yang berfungsi mengusir ilmu hitam. Dalam Primbon Jawa, masyarakat Jawa Kuno percaya tanaman ini berguna untuk menangkal energi negatif dan gangguan mistis sekaligus sebagai pelindung rumah dari jin dan makhluk gaib lainnya yang berniat jahat. 4. Pohon kelor Pohon kelor termasuk dalam tanaman penangkal santet, sihir, ilmu hitam, guna-guna, dan makhluk halus. Banyak masyarakat Jawa menanam tanaman ini di pekarangan rumahnya. 5. Pohon pule Pohon pule memiliki energi positif yang luar biasa. Selain daunnya yang berfungsi sebagai obat, secara ilmiah pohon pule juga bisa menjernihkan udara. Secara mistis, pohon pule mempunyai energi positif yang bisa jadi penangkal energi negatif. Pohon ini juga dipercaya dapat menyembuhkan demam berkepanjangan. Pohon Gading6. Pring gading atau bambu kuning Menurut primbon Jawa, tanaman pring gading dapat digunakan sebagai penangkal santet, sihir, ilmu hitam, guna-guna, dan energi negatif lainnya. Tanaman ini bisa ditanam di depan rumah maupun pekarangan rumah. Selain itu, tanaman ini juga berfungsi sebagai obat liver hingga anti racun hati. 7. Pohon johar Tanaman yang dapat menangkal energi negatif selanjutnya adalah pohon johar. Daun pohon ini juga bisa dimanfaatkan sebagai obat rematik, asam urat, dan gatal-gatal pada kulit. 8. Tanaman bangle Bangle atau bonglai adalah salah satu tanaman rempah-rempah. Rimpangnya dimanfaatkan sebagai bumbu dapur dan bahan pengobatan. Menanam tanaman ini di rumah juga dipercaya dapat memancarkan energi positif luar biasa. Hal tersebut dapat menangkal segala energi negatif yang akan masuk ke rumah. 9. Tanaman dringo Selain dapat menangkal energi negatif, dringo juga bisa digunakan sebagai obat. Bagian rimpang tanaman ini bisa digunakan sebagai aromatik, parfum, mengobati demam nifas, dan lainnya. 10. Tanaman opo opo Tanaman opo opo juga dipercaya mampu menangkal santet, sihir, ilmu hitam, guna-guna, dan makhluk halus. Tanaman ini akan menangkal segala hal-hal negatif yang akan masuk ke dalam rumah. 11. Pohon kecubung wulung Dalam kesehatan, daun kecubung wulung bisa digunakan sebagai obat rematik, sakit pinggang, dan asam urat. Sementara dalam Primbon Jawa, tanaman ini bisa digunakan sebagai tanaman tolak bala untuk santet, sihir, ilmu hitam, penangkal teluh, hingga guna-guna. Penulis Resla Aknaita Chak ** bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening 1. BSI atas nama BAZNAS Badan Amil Zakat Nasional2. BCA atas nama BAZNAS Badan Amil Zakat Nasional* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
KeluargaBesar Pondok Pesantren Sabilul Hasanah Banyuasin mengucapkan turut berduka cita teramat dalam atas wafatnya KH Salahuddin Wahid, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang pada hari Ahad Jam 21.00. Semoga Amal Ibadah, Pengabdian dan perjuangan Beliau di terima Alloh SWT, dan diampuni segala kesalahan dan kekhilafan..

Banyak orang kesulitan mendapatkan informasi tentang amalan tenaga dalam silat tebu ireng, oleh karena itu situs ini berdiri dengan tujuan memberikan informasi bagi anda terkait dengan amalan tenaga dalam silat tebu ireng yang sedang anda cari. Pada halaman ini, kami mempunyai informasi tentang amalan tenaga dalam silat tebu ireng yang bisa Anda baca. Anda juga bisa membaca kumpulan artikel lainnya seperti amalan tenaga dalam silat tebu ireng yang Anda baca saat ini. Bila ingin menjadikan artikel amalan tenaga dalam silat tebu ireng sebagai bahan kliping atau makalah, di sini anda bisa mendownloadnya secara gratis. amalan tenaga dalam silat tebu ireng adalah salah satu artikel yang paling banyak dicari dan diminati oleh banyak orang. Setiap orang mempunyai alasan dan kebutuhan tersendiri mengapa mencari artikel amalan tenaga dalam silat tebu ireng di internet. Namun sayangnya, artikel amalan tenaga dalam silat tebu ireng yang diminati oleh banyak orang ini sangat terbatas jumlahnya di internet. Dan untungnya selalu update artikel terbaru tentang hal-hal yang berkaitan dengan amalan tenaga dalam silat tebu ireng. Keputusan Anda untuk mengunjungi situs sangatlah tepat. Apapun alasan Anda untuk mencari artikel tentang amalan tenaga dalam silat tebu ireng, yang pasti kunjungan Anda di situs ini tidak akan sia-sia karena di halaman yang Anda buka dan baca ini memuat konten artikel yang lengkap yang berkaitan dengan informasi tentang amalan tenaga dalam silat tebu ireng yang sedang Anda cari. Harapan kami, Informasi tentang amalan tenaga dalam silat tebu ireng yang disajikan di halaman ini bisa membantu Anda dalam mendapatkan informasi terkait dengan amalan tenaga dalam silat tebu ireng. Jika informasi yang disajikan di halaman ini tidak sesuai dengan keinginan Anda, silahkan jelajahi website ini melalui menu atau kategori agar Anda bisa mendapatkan informasi terkait amalan tenaga dalam silat tebu ireng sesuai dengan kebutuhan Anda. =================Bopo Je WA 085879593262Praktek hari Senin jam BCARek 3920152944

IjazahanAmalan Wirid-Ilmu Hikmah dan Tarekat di Pesantren. Amalan-amalan wirid yang dijalankan di pesantren, berbeda-beda di antara mereka, sejalan dengan perbedaan jenis amalan yang dimiliki oleh kyai yang mengasuhnya, atau amalan pendiri pesantren yang terus menerus disambungkan, dalam tiga bentuk: (1) amalan yang dikhususkan untuk pribadi

Sejarah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. ©2021 - Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur merupakan salah satu institusi pendidikan berbasis pesantren yang sangat terkenal di Indonesia. Namun, siapa sangka jika dulunya pondok pesantren ini berupa bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu. Tebuireng merupakan nama pedukuhan yang termasuk wilayah administratif Desa Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Nama pedukuhan ini kemudian dijadikan nama pesantren yang didirikan oleh KH. M. Hasyim Asy’ari. Asal Mula Nama Tebuireng Almarhum KH. Ishomuddin Hadzik Gus Ishom pernah bercerita mengenai asal usul nama Tebuireng. Konon, nama tersebut berasal dari kata “kebo ireng” yang artinya kerbau hitam. Dulu, ada seorang penduduk yang memiliki kerbau berwarna kuning. Suatu hari kerbau tersebut menghilang. Setelah dicari ke sana ke mari, kerbau tersebut ditemukan terperosok di rawa-rawa. Tubuhnya penuh lintah dan sekujur kulitnya berubah menjadi hitam. Peristiwa ini membuat pemilik kerbau berteriak “kebo ireng…kebo ireng”. Sejak saat itu, dusun tersebut dikenal dengan nama Kebo Ireng. Selanjutnya, ketika penduduk dusun mulai ramai, nama Kebo Ireng berubah menjadi Tebuireng. Tidak diketahui pasti kapan perubahan itu terjadi. Penamaan Tebuireng diduga ada kaitannya dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun yang mendorong masyarakat menanam tebu. Ada kemungkinan, tebu yang ditanam berwarna hitam sehingga dusun tersebut dinamakan Tebu Ireng tebu yang berwarna hitam. Nama Tebu dan Ireng kemudian digabung menjadi Tebuireng, tanpa pemisah spasi. Dalam terminologi Ilmu Nahwu, penggabungan dua nama menjadi satu seperti itu, disebut Murokkab Majzi. Ada versi lain yang menjelaskan bahwa nama Tebuireng merupakan pemberian dari seorang punggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam dan kemudian tinggal di sana, seperti dilansir lama resmi Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Jawa Timur diakses 2 Agustus 2021. Berdirinya Pesantren Tebuireng Pada penghujung abad ke-19, di sekitar Tebuireng banyak bermunculan pabrik milik orang asing, terutama pabrik gula. Dilihat dari sisi ekonomi, keberadaan pabrik-pabrik tersebut menguntungkan karena akan membuka banyak lapangan kerja. Tetapi dari sisi psikologis justru merugikan, lantaran masyarakat belum siap menghadapi industrialisasi. Masyarakat belum terbiasa menerima upah sebagai buruh pabrik. Akhirnya, upah yang mereka terima digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif-hedonis, seperti berjudi dan pesta miras. Ketergantungan rakyat terhadap pabrik berlanjut pada penjualan tanah-tanah rakyat yang memungkinkan hilangnya hak milik atas tanah. Hal ini diperparah dengan gaya hidup masyarakat yang sangat jauh dari nilai-nilai agama. Kondisi masyarakat yang demikian menimbulkan keprihatinan mendalam pada diri Kiai Hasyim. Beliau kemudian membeli sebidang tanah milik seorang dalang terkenal di dusun Tebuireng. Pada 26 Rabiul Awal 1317 H atau 3 Agustus 1899, Kiai Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat dari anyaman bambu berukuran 6x8 meter. Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian. Bagian belakang dijadikan tempat tinggal Kiai Hasyim bersama istrinya, Nyai Khodijah. Sementara bagian depan dijadikan musala. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang. tiga bulan kemudian jumlahnya meningkat menjadi 28 orang. Intimidasi dan Fitnah Kehadiran Kiai Hasyim dan Pondok Pesantren Tebuireng tidak langsung mendapat sambutan baik oleh masyarakat setempat. Intimidasi dan fitnah datang silih berganti. Selain Kiai Hasyim, para santri juga sering mendapat teror dari kelompok-kelompok yang tidak menyukai keberadaan pesantren di Tebuireng. Teror yang membayangi Pesantren Tebuireng kala itu beraneka ragam. Mulai pelemparan batu, kayu, atau penusukan senjata tajam ke bilik bambu yang menjadi bangunan pondok. Para santri seringkali tidur bergerombol di tengah-tengah ruangan lantaran takut tertusuk benda tajam. Di luar pondok, para santri juga mengalami gangguan. Mereka diancam untuk meninggalkan pengaruh Kiai Hasyim. Gangguan-gangguan tersebut berlangsung selama dua setengah tahun. Untuk menghadapi hal tersebut, para santri disiagakan berjaga secara Pencak Silat dan Kanuragan Saat gangguan semakin membahayakan dan menghalangi sejumlah aktivitas santri, Kiai Hasyim mengutus seorang santri pergi ke Cirebon, Jawa Barat guna menemui Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai Sansuri Wanantara, dan Kiai Abdul Jamil Buntet. Keempatnya merupakan sahabat karib Kiai Hasyim. Keempat kiai tersebut diundang Kiai Hasyim ke Tebuireng untuk melatih pencak silat dan kanuragan para santri selama kurang lebih delapan bulan. Berbekal kanuragan dan ilmu pencak silat, para santri tidak khawatir lagi terhadap gangguan dari luar. Bahkan Kiai Hasyim sering mengadakan ronda malam seorang diri. Kawanan penjahat sering beradu fisik dengannya, namun dapat diatasi dengan mudah. Banyak di antara kawanan penjahat yang kemudian meminta diajari ilmu pencak silat dan bersedia menjadi pengikut Kiai Hasyim. Sejak saat itu Kiai Hasyim mulai diakui sebagai bapak, guru, sekaligus pemimpin masyarakat. Selain dikenal ahli dalam ilmu pencak silat, Kiai Hasyim juga dikenal ahli dalam bidang pertanian, pertanahan, serta produktif dalam menulis. Kiai Hasyim menjadi teladan bagi masyarakat sekitar yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Suatu ketika anak seorang majikan Pabrik Gula Tjoekir berkebangsaan Belanda menderita sakit parah dan dalam keadaan kritis. Setelah dimintakan air doa kepada Kiai Hasyim, anak tersebut sembuh. [rka]

SEBARKANINFO, RAIH AMAL ILMU PAHALA TAK PUTUS DENGAN HANYA 1X KLIK SHARE DISINI . Alumni Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren Tambak Beras Jombang, Pesantren Lirtoyo Kediri 12. Ust. Abah Qoyum, Dewan Syuriah, Gondang Legi, Malang 13. KH.Yahya Mutamakin CERAMAH Prof.Dr. BUYA HAMKA # Bersyukur - 37 Menit - KH Abdurrahman Wahid atau sapaan akrabnya Gus Dur pernah suatu ketika mengnungkap misteri tentang Tebu Ireng yang di percaya sebagai tempat lahirnya para Wali Allah SWT. Tebu Ireng sendiri adalah sebuah pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur. Kisahnya menjadi sebuah cerita turun temurun hingga misterinya diungkap oleh Gus Dur. Tebu Ireng ini telah diramalkan oleh sesosok kakek tua dengan jubah putih yang memiliki jenggot panjang bahwa Tebu Ireng nanti akan menjadi tempat lahirnya para Wali Allah. Kisah ramalan ini sudah menjadi kisah turun temurun. Cerita ini terbukti dari lahirnya Syekh Hasyim Asy'ari dan keturunannya Gus Dur atau KH Abdurrahman Wahid yang diyakini sebagai Wali Allah. Hingga kini makam dari beliau ini selalu ramai oleh peziarah. Seorang Kyai yang telah sepuh, almarhum Ki Zubaidi Muslih adalah sosok guru pelajaran ilmu tauhid kitab kifayatul awam. Beliau begitu diakugumi dengan kisah-kisah beliau tentang sejarah sastra mistik maupun pengalaman pribadi dirinya, dan tentunya tentang keluasan ilmunya. Kisah ramalan Tebu Ireng terjadi jauh sebelum pesantren ini berdiri, sekitar ditahun 1899. Awalnya disebutkan bahwa ada seorang waliyullah yang datang, sebelumnya tak ada yang mengetahui siapa sosok ini, dari mana dan mau kemana tidak ada yang tahu. Baca Juga Guyonan Gus Dur, Ini Agama yang Paling Dekat Dengan Tuhan Sosok Wali itu datang menggunakan pakaian serba putih dan berjenggot panjang yang berhenti di tepian sungai, lalu ia mengamati seraya bertutur dengan kasafnya. "Kelak di tempat ini akan datang seorang yang alim ilmunya menyinari negeri" ucap orang tua berjubah. Tepian sungai yang dulu menjadi tempatnya berhenti itu sekarang adalah pondok pesantren Tebu Ireng. Setelah mengatakan hal tersebut, sosok tersebut lantas berlalu begitu saja. Namun ternyata prediksi beliau itu tidaklah meleset. Sosok orang alim yang dimaksud, adalah Hadratussyekh Kyai haji Muhammad Hasyim Asy'ari beserta keturunan serta para santrinya. Dilain hari terdapat sebuah kisah sejarah yang tertulis dalam buku sejarah miliki alumni, kisah tersebut menyebutkan bahwa ada sosok kakek tua yang berdiam diri di sebuah pohon, dan dia menjadikan pohon itu sebagai tempat berteduhnya berhari-hari. Seolah kisahnya masih berkesinambungan dengan sosok yang meramalkan Tebu Ireng, sosok Wali tersebut lantas berpesan kalu dirinya wafat maka dia ingin dimakamkan dibawah pohon tersebut. Baca Juga Pandangan Gus Dur Tentang Negara Islam Ternyata Seperti Ini MenurutAhmad Khatib ke dalam Tarekat Naqsyabandia telah masuk bid‟ah yang tidak terdapat pada masa Rasulullah SAW, para sahabat, dan tidak pernah diamalkan oleh
Tebu ireng Saccharum officinarum L. merupakan jenis tebu lokal yang memiliki ciri khusus yaitu warna batangnya yang tradisional tebu ireng dimanfaatkan sebagai obat penyakit dapat dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat diabetes, diyakini tebu ireng masih banyak menyimpan manfaat lain yang belum banyak diketahui. Studi ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas ekstrak tebu ireng sebagai antioksidan dan antimikroba, ditinjau dari beberapa bagian tanamannya. Proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut methanol, uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH free radical scavenger menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar Kirby-Bauer disc diffusion method. Hasil studi menunjukkan bahwa tebu ireng memiliki kemampuan sebagai kepekatan warna dari tebu ireng berkorelasi dengan aktifitas dari keseluruhan bagian tanaman tebu ireng efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Salmonella typhimurium, Pseudomonas aeruginosa dan Streptococcus mutans, namun tidak efektif menghambat pertumbuhan jamur Candida ireng mengandung pigmen Antosianinserta kaya akan serat pangan . Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ... As a plant conservation site, Bali Botanic Garden BBG have been started to introduce Poaceae species into its collection since 1982 [9]. Previous studies regarding the edibility of Poaceae species collected in BBG which focused only on the bamboo species has been conducted [9], while studies regarding of the non-bamboo Poaceae species were focused only on the photoactivity of Cymbopogon winterianus and Saccharum officinarum [15,16]. With those in mind, this study aims to presents a list of edible Poaceae collected in BBG. ...Poaceae is one of the world’s most notable food plant families. As an ex-situ conservation site, Bali Botanic Garden BBG has collected numerous Poaceae species since 1982. Unfortunately, the study to documented the edibility of all Poaceae collections in BBG is still limited as previous studies regarding the garden Poaceae collection are focusing on bamboo and other limited species. Thus, this study aims to present a list of edible Poaceae species collected in the garden. As a result, there are 13 genera of Poaceae in BBG that were found to be edible, Bambusa, Coix, Cymbopogon, Dendrocalamus, Gigantochloa, Imperata, Neololeba, Phyllostachys, Saccharum, Schizostachyum, Setaria, Thyrsostachys, and Thysanolaena. Most of them are bamboo which the shoot is consumed as cooked vegetables. However, other parts of the Poaceae plant species in this list are consumed as various dishes. In conclusion, BBG has been collected many edible Poaceae species which potentially support food security. Wawan SujarwoOrasi ini, menegaskan bahwa transformasi etnobotani dengan kekinian Iptek dalam pengungkapkan nilai guna dan potensi lokal tumbuhan diyakini dapat mewujudkan pengelolaan dan layanan ekosistemnya secara berkelanjutan. Transformasi etnobotani terkini harus mengaktualisasikan diri pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi terkini dengan menampilkan peran dan peluang etnobotani dalam bioprospeksi, teknologi genomik, machine learning, sehingga kekinian etnobotani dapat menjawab tantangan perubahan kondisi lingkungan dan perkembangan budaya. Kekinian etnobotani dalam implementasinya harus 1 fokus pada titik sentral kajian etnisitas dan Kehati, 2 mengaktualisasikan etnobotani sesuai perkembangan Iptek, 3 dapat menjadi sumber data untuk mendukung pengembangan Iptek terapan, 4 dapat mengungkapkan pengetahuan lokal yang berguna dan berharga dengan menghubungkan masalah yang sebenarnya, 5 dapat memberikan dukungan untuk peningkatan persaingan produk lokal, upaya konservasi Kehati, fungsi lingkungan, dan dukungan untuk hak intelektual masyarakat lokal, 6 membuktikan keilmiahan pengetahuan lokal menjadi lebih berdaya-guna, 7 memiliki peran pengembangan konsep bio-culture, bio-economy, sustainability, dan continuous improvement, dan 8 mensinergikan dengan key stakeholders academic, business, government, community, dan media, sehingga kekinian etnobotani Indonesia turut andil dalam melindungi, mengelola secara berkelanjutan, memulihkan ekosistem alami dan mengatasi tantangan masyarakat secara efektif dan adaptif, sekaligus memberikan manfaat bagi kesejahteraan manusia dan Penelitian dengan judul uji daya hambat ekstrak daun kedondong Lannea grandis Engl terhadap pertumbuhan bakteri Erwinia carotovora, penyebab busuk lunak lidah buaya telah dilakukan secara invitro pada media PPGA dan pengujian aktifitas antibakteri ekstrak daun kedondong pada potongan daun lidah buaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas bakterisida ekstrak daun kedondong dan konsentrasi hambatan minimal terhadap pertumbuhan bakteri Erwinea carotovora. Bakteri E. Carotovoradiisolasi dari tanaman Lidah Buaya yang terserang penyakit busuk lunak.. Bagian daun diantara yang sakit dan sehat dipotong dengan ukuran ± 3 cm dan dibersihkan dengan air dan kemudian direndam dengan alkohol 70% selama 2 menit dimasukan ke laminar flowDaun kedondong yang telah bersih dirajang ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian ditambah dengan solven methanol sebanyak 1000 ml. rendaman ekstrak disaring dengan kertas saring watman no 2. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan vacum rotary evaporator untuk memisahkan antara pelarut methanol dan hingga konsentrasinya. Bakteri hasil isolasi diperbanyak pada media PPGA miring sebagai stok untuk pengujian Koloni bakteri pathogen hasil isolasi berwarna putih kekuningan dengan aroma menyerupai aroma gas belerang. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dibuat simpulan bahwa ekstrak daun kedondong mampu menghambat pertumbuhan bakteri E carotovora dengan konsentrasi dosis minimal 4 % pada media PPGA dan potongan daun lidah pada konsentrasi 1, 2 dan 3 % belum mampu memberikan daya hambat. Kata kunci Daya hambat, Ekstrak kedondong, lidah buaya ABSTRACT Research with the title of the inhibition test kedondong leaf extract Lannea grandisENGL on the growth of bacteria Erwinia carotovora, causes soft rot of Aloe vera have been conducted in vitro on media PPGA and testing of antibacterial activity of leaf extract kedondong on aloe vera leaf pieces. This study aims to determine the bactericidal activity of leaf extract and concentration kedondong minimal constraints on the growth of bacteria Erwinea carotovora. Bacteria E. Carotovora isolated from the Aloe Vera plant soft rot of leaves among the sick and the healthy cut to the size of ± 3 cm and cleaned with water and then soaked with 70% alcohol for 2 minutes inserted into laminarNormalina ArpiRoasted coconut paste Acehnese u neulheu containing high fat ± 70 % which can cause rancidity. The purpose of this research is to determine the appropriate antioxidant, and the combination of antioxidants to inhibit rancidity of roasted coconut paste during storage. The experiment was conducted using a randomized block design RBD with 3 factors. Factor A is a combination of antioxidants, there are two levels ie α-tocopherol ascorbic acid A1, and BHA BHT A2. Factor K is the concentration of antioxidants, there are 3 levels ie % 0 % K1, % % K2, and 0 % % K3. Factor P is the storage time, there are two levels ie 0 months P1 and 2 months P2. The results showed that the antioxidant α-tocopherol, BHA, and BHT, singly or not combined, function equivalently to inhibit the increase of free fatty acids and peroxide number. All three of these antioxidants function better than ascorbic acid. Synergism effect was seen in ascorbic acid in combination with α-tocopherol, but not in BHA with BHT. After stored for 2 months, there were an increase P≤0,01 in water content, acid number, and peroxide number of roasted coconut paste. Natural antioxidant α-tocopherol %, the combination of α-tocopherol with ascorbic acid % %, and the synthetic antioxidants BHA with BHT single or in combination can inhibit fat oxidation and rancidity of roasted coconut paste up to 2 months of in rind extracts of three sugarcane cultivars, ROC 22, Haitang 22 and Guitang 21, were characterized using ultra performance liquid chromatography UPLC combined with electrospray ionization quadrupole-time-of-flight tandem mass spectrometry ESI-QTOF-MS/MS. A total of thirteen anthocyanins were identified and quantified. Except for cyanidin-3-glucoside, twelve anthocyanins were reported for the first time from sugarcane. The total anthocyanin content TAC varied significantly from Haitang 22 to μg/g dry rind weight DW ROC 22. Regarding single anthocyanins, ROC 22 contained μg/g DW cyanidin-3-glucoside but this anthocyanin was not identified in the other two cultivars. Instead, Guitang 21 contained μg/g DW malvidin-3-p-coumaroyl-rhamnoside-5-glucoside. The rinds of red sugarcane cultivars ROC 22 and Guitang 21 had higher total antioxidant activities than green sugarcane Haitang 22, which was attributed to much higher contents of free and total phenolics. This study provides useful information for the production of valuable nutraceuticals from recent years, knowledge of anthocyanin pigments has undergone unprecedented expansion. Indeed, the molecular genetic control of anthocyanin biosynthesis is now one of the best understood of all secondary metabolic pathways. Advances in analytical technology have led to the discovery of many novel anthocyanin compounds, dramatically enriching the palette used by plant breeders to introduce vibrant new colors into horticultural crops. The food industry, too, has benefited from this research; methods for stabilizing the colors of anthocyanins extracted from cell cultures have been optimized, opening the way for their use as natural food colorings. Recent scientific research has also focused on the possible benefits to human health from the ingestion of anthocyanin-rich foods. Anthocyanins are remarkably potent antioxidants. These pigments, especially in conjunction with other flavonoids, have been associated with reductions in the incidence and severity of many other non-infectious diseases, including diabetes, cardiovascular disease and certain cancers. Finally, there has been significant progress in our understanding of the benefits of anthocyanins to plants themselves. Originally considered an extravagance without a purpose, anthocyanins are now implicated in multifarious vital functions. These include the attraction of pollinators and frugivores, defense from herbivores, and protection from environmental stressors. Anthocyanins are highly versatile and enormously useful to plants. This book covers the biosynthesis and function of anthocyanins and the related proanthocyanidins in plants, and their applications in agriculture, food products, and human health. The book addresses wide-ranging issues that include human nutrition, the pastoral sector, cell culture production systems, food colorants, flower and fruit color, plant biotic interactions, and the responses of plants to environmental stress. Kevin Gould is an Associate Professor in Biological Sciences at Victoria University of Wellington, New Zealand, where he teaches plant development and physiological plant ecology. He has a long-standing research interest in the functional significance of anthocyanins in leaves, stems and roots. Chris Winefield is a Senior Lecturer in Plant Biotechnology and Biochemistry at Lincoln University, New Zealand, where he teaches plant biochemistry and biotechnology applications in modern plant biology. He has a long-standing research interest in the metabolism and molecular biology of plant secondary metabolites, especially the production of anthocyanins in ornamental flower crops. Latterly he has begun work characterizing metabolic pathways responsible for the formation of flavor and aroma compounds in wine grape. Kevin Davies leads the Plant Pigments Team of Crop & Food Research, Palmerston North, New Zealand. His group studies the molecular genetics of pigment biosynthesis in ornamentals, fruit and vegetables. A particular interest is the transcriptional regulation of flavonoid A. F. HendryJ. D. HoughtonIn this second edition of Natural Food Colorants two new chapters have been added and we have taken the opportunity to revise all the other chapters. Each of the original authors have brought up to date their individual contributions, involving in several cases an expansion to the text by the addition of new material. The new chapters are on the role of biotechnology in food colorant production and on safety in natural colorants, two areas which have undergone considerable change and development in the past five years. We have also persuaded the publishers to indulge in a display of colours by including illustrations of the majority of pigments of importance to the food industry. Finally we have rearranged the order of the chapters to reflect a more logical sequence. We hope this new edition will be greeted as enthusiastically as the first. It remains for us, as editors, to thank our contributors for undertaking the revisions with such thoroughness and to thank Blackie A&P for their support and considerable patience. G. A. F. R. J. D. R. Contributors Dr G . . Brittori Department of Biochemistry, University of Liverpool, PO Box 147, Liverpool L69 3BX, UK Professor F. J. Francis Department of Food Science, College of Food and Natural Resources, University of Massa­ chusetts, Amherst, MA 01003, USA Dr G. A. F. Hendry NERC Unit of Comparative Plant Ecology, Department of Animal and Plant Sciences, University of Sheffield, Sheffield S10 2TN, UK Mr B. S. Rui ZhengShan SuJianbin LiRui Hai LiuIn this work, recovery of phenolics from sugarcane bagasse was performed and total phenolic content, total flavonoid content and antioxidant activities were measured. Four fractions were yielded after extraction with various solvents and ethyl acetate fraction was performed into further purification, producing 30 sub-fractions G1–G30. Six compounds were isolated and their structures were identified by high resolution mass spectrometry HR-MS and high definition nuclear magnetic resonance HD-NMR spectroscopy as p-coumaric acid, tricin, luteolin, tricin 7-O-β-glucopyranoside, protocatechuic acid and diosmetin 6-C-glucoside which was identified in this species for the first time. Tricin expressed highest antioxidant activity in ORAC assay ± μmol TE/μmol but no antioxidant activity in PSC and CAA assays. The structure-activity relationship was discussed to elucidate the different activities of the isolated phenolics in ORAC and CAA assays. Luteolin, p-coumaric acid and protocatechuic acid showed antiproliferative effect against MCF-7 cells with the EC50 at and μM, respectively. This work reported the recovery of individual phenolics from bagasse, which suggested bagasse could be an abundant source of bioactive phenolics.
EQR2m. 367 267 477 139 151 22 257 481 101

amalan ilmu tebu ireng